Hari ini saya dan Anda bersilaturahim, semoga apa yang kita hajatkan dikabulkan Allah dengan keberkahan Baginda Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bagian dari ikrar kita selaku umat Nabi Muhammad bahwa kita semua saling menyayangi, semua kita adalah bersaudara.
Bukti dari ikrar tersebut diimplementasikan salah satunya dengan memperbanyak silaturahim. Di dalam kita bersilaturahim tentu mengorbankan banyak hal. Kita mengorbankan tenaga, kita mengorbankan waktu. Saat saya datang menggunakan mobil ke tempat ini, ada banyak saudara kita yang datang berjalan kaki. Masya allah.
Kadang-kadang usianya sudah sepuh, namun tetap berjalan kaki di tengah terik matahari. Itulah pengorbanan kita untuk mencari sesuatu yang bernilai, dalam rangka mengisi hidup kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Dalam kitab Minhajul Abidin karangan Imam Al-Ghazali ada kutipan berbunyi “Bahwasanya Surganya Allah SWT, dikelilingi oleh hal-hal yang mebutuhkan pengorbanan. Tak seorang pun yang bisa sampai kepada nikmat masuk surga tanpa ada pengorbanan”.
Cukuplah bagi kita menjadi contoh dalam pengorbanan, untuk mencapai kejayaan dunia dan akhirat, untuk mencapai kemajuan yang diridhai Allah SWT. Nabi Muhammad adalah sebaik-baik contoh tauladan bagi kita. Bagaimana Nabi Muhammad membalik keadaan dunia dari kejahiliyahan (kebodohan, kegelapan) kepada terang.
Diceritakan dalam sebagian riwayat, bahwa orang Arab zaman Nabi semua acara yang dilaksanakan, seperti kawin, pergi berjualan, pulang berjualan semua hidangannya dibarengi dengan khamar. Karena, saking gemarnya orang Arab zaman itu dengan khamar, tak ada satu pun dipan yang di bawahnya tak ada khamr.
Setiap saat, setiap waktu orang Jahiliyah minum khamar. Mau berangkat ke suatu tempat, mereka minum khamar. Pulangnya mereka minum khamar. Pergi berdagang atau bertemu teman mereka minum khamar. Semua pekerjaan harus minum khamar.
Datanglah Nabi Muhammad SAW, beliau berjuang di tengah masyarakat yang penuh dengan kejahiliyahan. Nabi mengubahnya menjadi masyarakat yang baldatun thayyibatun wa robbun ghafur.
Beruntunglah kita hidup saat ini, jika saja kita lahir zaman itu, mungkin kita umur kita akan pendek, terutama kaum perempuan. Zaman itu, ada satu tradisi buruk bangsa Arab yang disebutkan di dalam Alqur’an, yaitu wa’dul banat, yaitu tradisi di mana para perempuan yang lahir langsung dikubur hidup-hidup.
Mengapa para perempuan dikubur hidup-hidup? Karena menurut anggapan mereka, perempuan jika dibiarkan hidup, tak ada gunanya. Perempuan tidak bisa diajak berperang, tidak bisa naik kuda. Jika perempuan disuruh mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat menurut bangsa Arab waktu itu, mereka tidak bisa.
Itulah sebabnya mereka berkesimpulan bahwa perempuan yang lahir daripada nantinya menjadi beban, maka sebaiknya dikubur saja setelah kelahirannya. Allah mengatakan bahwa kelak di hari di zaman itu, jika seorang pria pahlawan yang gagah dan berwibawa datang ke suatu kaum, kemudian ada perempuan cantik yang telah bersuami yang ia inginkan, maka suaminya memberikan isterinya digauli oleh orang tersebut. Para perempuan yang telah dilahirkan kemudian tidak dibiarkan hidup di zaman itu, akan meminta pertanggung-jawaban dari para orang tua mereka. “Hai ayahku, kenapa dulu kau menguburku, wahai ibunda mengapa engkau tega membunuhkku”.
Begitulah para perempuan yang lahir itu, akan mempertanyakan kepada para orang tuanya, mengapa mereka tidak dibiarkan hidup. Di zaman Jahiliyah wanita tidak dibiarkan hidup, tak ada harganya para wanita. Hal itu dilakukan agar isterinya hamil dan mengandung anak dari pahlawan atau orang yang gagah dan berwibawa tersebut. Di zaman itu, perilaku macam ini bukanlah aib, namun menjadi kebanggaan. Nauzubillahiminzalik.
Alhamdulillah kita hidup di zaman ini, yang mana begitu banyak kebiasaan jahil telah dihapus dan diberantas oleh Nabi Muhammad SAW, meskipun melewati berbagai macam pengorbanan. Bertahun-tahun Nabi Muhammad SAW berjuang dan berkorban, tanpa mengenal putus asa. Barulah kemudian Allah tampakkan baginya kemenangan. Itulah yang harus menjadi contoh bagi kita dalam menjalani dan mengarungi bahtera kehidupan.
Semakin besar tantangan dan hambatan kita melakukan kebajikan namun kita tetap teguh dalam istiqomah, maka akan semakin tinggi kemuliaan yang kita peroleh di sisi Allah SWT. Kita semua umat Islam, umat Nabi Muhammad SAW ingin menjadi umat yang maju. Kita tidak boleh putus asa.
Di dalam Alqur’an Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasib (jiwa) mereka”. (Qs. Ar-Ra’d/13:011)
Mengubah nasib dimaksud sebagian ulama sebagai apa yang ada dalam jiwa dan perilaku mereka. Merubah hati, hati yang penuh dengan kebencian dengan hati yang penuh kasih sayang. Dengan begitu kita akan menjadi lebih maju.
Kita tidak mungkin maju dunia akhirat, sementara hati kita saling benci. Apalagi kemudian kebencian itu dipelihara menjadi dendam. Ditunjukan dengan perilaku kaki tangan, yaitu memukul, menusuk, dan membunuh. Tidak akan mungkin kita maju dunia akhirat dan tidak akan memperoleh keridhaan Allah SWT. Tinggalkan semua itu!!!
Nabi Muhammad bersabda jika seorang benar-benar berislam, memperbaiki segala bentuk ucapan dan perbuatannya, maka itu semua akan menghapus dosa-dosanya terdahulu. Semua akan diampuni oleh Allah SWT. Walaupun misalnya orang tersebut adalah raja begik (santet), raja sihir, raja maling, raja rampok, raja minum berem, raja main perempuan, raja segala perbuatan buruk tapi jika berubah, hatinya diubah, ucapan diubah, tindakan diubah menuju kepada yang bagus, yang sesuai dengan ajaran agama maka semua keburukan itu akan dihapus oleh Allah, dan kita bersih kembali dari dosa-dosa.
Itulah sebabnya, karena sifat kasih sayang Allah kepada kita umat manusia, maka kita diperintahkan mengerjakan shalat lima waktu sehari dan semalam. Ada yang belum shalat di sini? Ada yang shalatnya pas dia mau saja? Saat hatinya sedang senang, dapat uang maka dia kerjakan perintah shalat. Pada saat dia pusing-pusing tidak ada uang, dia tidur dan enggan mengerjakan shalat? Alhamdulillah jika kita semua melakukan shalat.
Allah SWT mewajibkan shalat kepada umat manusia, sebagai tanda kasihnya kepada kita. Nabi kita bersabda, antara shalat kita yang lima waktu masing-masingnya berfungsi sebagai penebus dosa kita. Pagi-pagi kita terbangun dan bergegas shalat Subuh. Selepas shalat Subuh kita keluar dari rumah, mata melihat yang aneh-aneh. Hati kita macam-macam maunya. Bahkan tangan kita mengambil uang teman atau mengambil pisang milik teman. Atau mengambil padi, kelapa.
Lalu kita pulang dan kembali mengerjakan shalat Zuhur dengan ikhlas dan berserah diri, maka dihapuslah dosa kita. Itu jika kita benar-benar bertaubat dengan taubatan nasuha. Setelah shalat Zuhur, kadang-kadang kita kembali berbuat salah lalu kita shalat Ashar maka diampunilah dosa-dosa itu kembali. Setelah shalat Ashar sebagian dari kita tidak tinggal di rumah, tapi pergi ke sana kemari maka kembalilah ia menumpuk dosa lalu ia pulang kembali melakukan shalat Maghrib, diampunilah dia dari dosa-dosa tersebut.
Nabi bersabda, “Wahai sahabatku, Jika kalian memiliki sungai di depan rumah, lalu kalian mandi dan membersihkan diri selama lima kali sehari saat memasuki rumah itu, apakah masih tersisa kotoran?”
Shalat itu adalah rahmat Allah kepada kita, rugi orang yang meninggalkan shalat lima waktu. Rugilah orang yang enggan mengerjakan shalat lima waktu, karena Allah telah memberikan kesempatan untuk membersihkan diri, mandi dengan air yang bersih tapi dia tidak mau. Dia lebih senang badannya kotor dan bau, ketimbang merasakan enaknya memiliki badan yang bersih dan suci.
Shalat menjadi tanda kasih sayang-Nya. Tidak itu saja, selain diberikan kesempatan lima kali dalam sehari untuk membersihkan dan mensucikan diri, seminggu sekali Allah memberikan kesempatan yang sangat besar untuk bertaubat, yaitu di dalam shalat Jum’at. Siapapun yang mengentengkan Shalat Jum’at bahkan sampai 3 kali, maka hatinya akan digembok oleh Allah, tidak bisa diapa-apakan lagi. Tidak akan sampai kepadanya hidayah, petunjuk, serta keselamatan.
Itu sebabnya, kata Nabi, jika ada di suatu perkampungan semuanya sepakat untuk tidak mau melaksanakan shalat Jum’at, maka penduduknya wajib diperangi. Karena menurut ulama, mereka dengan nyata-nyata menampakkan penghinaan terhadap syariat Islam. Bagi kita yang memiliki kesadaran, Shalat Jumat bukanlah perkara susah dan berat. Tinggal kita berwudhu, memasang niat yang bagus untuk pergi ke masjid, mendengarkan khatib membacakan khutbah Jum’at, kadang-kadang sambil mengantuk. Pulang-pulang ditanya apa isi khutbah, bengong. Apa isinya? Tidak bisa jawab karena ketiduran saat khatib lagi seru-serunya menyampaikan khutbah.
Nabi menyarankan, bukalah mata, bukalah telinga, dan bukalah hati pada saat khatib membacakan khtbahnya. Kadang-kadang banyak dari kita yang karena mengantuk di rumah, lalu ia bergegas ke masjid, lalu di masjidlah ia tertidur. Dalam hatinya berkata dan berniat, nanti saya tidur pas khatib membacakan khutbah.
Kata Nabi, Jumat itu merupakan rahmat dari Allah sebagai kaffarah dari satu Jum’at kepada yang lain. Maknanya setelah Jum’at minggu kemarin kita melakukan kesalahan, maka akan diampuni pada Jum’at ini. Sadar atau tidak sadar, besar ataupun kecil, pasti ada dosa yang kita kerjakan. Hari Sabtu, Minggu dan seterusnya hingga hari Jumat, itu menjadi penebus dosa.
Rahmat Allah luar biasa besar kepada kita, cara kita bersyukur adalah kita pergunakan segala pemberian-Nya sesuai dengan penempatannya. Allah ciptakan mulut kita untuk apa, apakah untuk berkata kotor, tentulah bukan. Mulut ini diciptakan untk berkata baik dan berzikir kepada Allah. Kalaupun kita berzikir, maka jangan dipakai untuk berkata yang tidak tidak. Atau jangan berkata apa apa. Diam saja. Karena itu lebih baik dari pada menggunakan mulut untuk hal-hal yang sia-sia. Jangan terpancing untuk ikut-ikutan berbicara. Ucapkanlah kalimah zikir Subhanallah, Alhamdulillah, laailahaillallah, Allahuakbar, semua yang ada di sekitar kita ini kelak akan bersaksi kepada Allah bahwa kita telah berzikir.
Selain untuk gunakan pula untuk berwasiat kebaikan, saling nasihat menasihati dalam kebaikan. Jika tidak, jangan berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat. Semua yang ada di badan ini memiliki tugas-tugas dan amanah penciptaan yang berbeda-beda. Di antara tugas-tugas tersebut adalah menghidupkan nilai atau ajaran yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad SAW dengan segala macam wasilah. Ada Wasilatuta’lim artinya menghidupkan wasilah melalui jalur ilmu dengan cara mendirikan sekolah atau madrasah.
Ini salah satu cara kita bersyukur kepada Allah. Anak-anak kita merupakan amanat dari Allah. Mudah-mudahan mereka bisa mengemban ajaran kebajikan, bisa menjadi anak-anak yang soleh dan soleha. Setiap generasi akan bergantung dari generasi yang hidup di zaman itu. Zaman ini tergantung dari kita yang hidup saat ini. Jika kita baik, maka baiklah keadaan dunia ini. Sebaliknya jika kita berkelahi, saling mebunuh, saling santet, maka hancurlah kampung kita ini. Rusaklah iman kita, apalagi dengan mereka yang menggunakan sihir, termasuk dosa yang membinasakan manusia. Bukan dosa yang biasa-biasa. Sebab sihir itu jika kita merujuk Alqur’an merupakan ciptaan atau ilmu yang diwarisi oleh Iblis laknatullah. Orang yang suka santet adalah murid iblis. Kira-kira kalau kita menjadi murid iblis apakah kita akan masuk surga? Iblis akan masuk neraka, orang yang menjadi murid iblis pun akan menjadi seperti itu. Mereka yang suka dan suka membinasakan orang adalah murid iblis, Nauzubillahiminzaalik.
Itulah pentingnya kita mengaji seperti ini, kemudian kita mendirikan madrasah, agar kelak anak cucu kita yang bersekolah dan mengaji menjadi tahu, mana yang bisa atau boleh dituntut dan mana yang tidak boleh. Karena tidak semua ilmu yang ada di dunia ini pantas untuk kita tuntut dan cari. Imam Ghazali mengatakan bahwa Ilmu yang wajib dicari itu ada tiga macam:
Pertama, ilmu ma’rifatullah. Ilmu yang membawa kita mengenal Allah. Allah itu siapa? Dialah Tuhan yang penuh dengan kesempurnaan mustahil Allah bersifat kekurangan. Allah tak butuh makan, namun Dia memberikan rejeki. Allah tidak butuh pujian, namun Dia memberikan pujian kepada manusia. Allah tidak butuh apapun tapi seluruh makhluk yang ada di bumi butuh kepada Allah. Itu sebagian dari tafsir dari firman Allahussomad. Allahlah tempat bergantung segala sesuatu.
Mele side jari dengan si wanen (Maukah Anda menjadi orang yang pemberani)? Maka mendekatlah kepada Allah yang Maha Pemberani. Jika ingin menjadi orang yang berilmu, maka mendekatlah kepada Allah yang Maha Berilmu. Jika ingin menjadi kuat, maka mendekatlah kepada Allah yang Maha Kuat. Kenal kita kepada Allah artinya bertauhid kepada Allah dan meyakini sifat-sifat yang sempurna adalah merupakan milik Allah, mustahil Allah bersifat kekurangan, bahwa Ilmu Allah meliputi seluruh makhluk.
Kedua, ilmu sirr. Imam Ghazali mengatakan bahwa ilmu Sirr artinya ilmu tentang hati. Hati manusia ini adalah suatu ilmu yang paling penting. Hati manusia itu kata ulama, adalah tempat yang akan dipandang dan akan dilihat oleh Allah. Allah tidak melihat hidung kita, berapa senti mancungnya. Allah juga tidak melihat mata ukuran kita, bagaimana besar mata kita. Tidak melihat telinga kita, tangan dan kaki kita tidak menjadi ukuran tetapi yang dilihat oleh Allah SWT adalah hati manusia.
Orang yang kaya, cantik, dan gagah tapi hatinya berkarat maka tak ada nilainya di sisi Allah. Walaupun kaya dan ilmunya tinggi, menjadi profesor, menyelesaikan Studi S1, S2, S3, bahkan semua S sudah dilalui. Es krim, es lilin, es podeng, semua ada. Kalau disebut namanya, orang dibuat silau saking banyak gelarnya. Misalnya Bapak Jontravolta SH, HH, MM, MB. Gelarnya panjang tapi hatinya busuk, maka ia tidak akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.
Itu sebabnya mari kita memelihara hati kita bersih. Kepada siapa kita memberikan hati? Pertama. Yang paling utama adalah bersihkan hati kita kepada Allah. Jangan sampai kita menyalahkan Allah. Bagaimanapun musibah yang kita hadapi jangan sampai kita menyalahkan Allah. Jangan sampai kita menggugat Allah, mengatakan Allah tidak adil. Kedua bersihkan hati kita kepada orang-orang soleh, orang baik, sesama umat Islam, bahkan kepada semua umat manusia. Kecuali kepada mereka yang nyata-nyata berbuat zalim. Semua manusia kita harus berprasangka baik kepadanya. Allah tidak melarang kita berbuat baik, berbuat adil kepada orang yang berbeda agama.
Kita berbeda agama tapi sikapnya baik, tidak menyinggung dan menjelekkan Islam, dia menjaga sopan santun, dia berbuat adil kepada kita maka kita pun wajib berbuat adil kepada mereka. Katakanlah kita mengenal orang china, dia bersikap baik, dia menjaga hak-hak kita, dia berbuat adil kepada kita, maka kita juga wajib menjaga Hak-haknya. Jangan terus kita datangi China, kita mengambil barang semisal televisi, lalu dalam hati kita berkata, “Ah saya tidak akan membayarnya, toh dia tidak Islam.” Tidak boleh, itu perilaku salah. Selama orang lain berbuat baik, maka hati kita, amaliah kita juga harus baik kepadanya. Dasarnya adalah keadilan. Apa yang merupakan hak kita kita ambil, dan apa yang merupakan kewajiban kita kepadanya kita laksanakan.
Ketiga, ilmu zahir. Ilmu yang berkaitan dengan bagaimana kita hidup secara zahir. Ilmu yang berkaitan dengan perilaku kaki tangan, ilmu yang berkaitan dengan bagaimana kita. Ilmu yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban agama yang dilaksanakan secara zahir. Shalat, puasa, zakat yang kita laksanakan harus dengan ilmu. Sedekah dan berhaji itupun harus dengan Ilmu, yaitu ilmu yang berkaitan dengan harta dan badan kita.
Itulah tiga pokok ilmu yang darinya kemudian berkembang berbagai cabang ilmu. Bukan ilmu yang tidak ada manfaatnya seperti ilmu sihir dan ilmu yang buruk lainnya. Nauzubillahiminzaalik.
Tak ada sejarahnya di dunia ini suatu umat maju dengan sebab begik, orang maju dengan keimana kepada Allah, dengan keyakinan kepada Allah dan selalu istiqomah dalam menjalankan perintah Allah.
0 Comments