Bukan rahasia lagi jika nasib pariwisata NTB tergantung hampir sepenuhnya pada Bali. Hampir sebagian besar –jika tidak ingin dikatakan keseluruhannya—pelancong yang datang ke NTB merupakan limpahan dari Bali. Penerbangan yang terbatas, hotel yang minim, hingga promosi yang kurang, menjadi faktor penyebab ketergantungan itu.
Ketika pariwisata Bali mengalami guncangan, pariwisata NTB langsung tiarap. Itulah yang terjadi ketika Bali diguncang bom 2001 dan 2002. Apalagi setahun sebelumnya, tepatnya 17 Januari 2000 terjadi kerusuhan berbau SARA di jantung kota Mataram. Sempurnalah sudah pukulan telak yang menghantam pariwisata NTB.
Dampaknya langsung terasa nyata untuk waktu yang relatif lama. Pasca ledakan bom di Bali, angka kunjungan wisatawan ke NTB turun tajam.Tidak pernah mampu menembus 350 ribu kunjungan pertahun. Banyak hotel mengurangi pegawainya. Industri jasa penopang pariwisata ikut megap-megap. Investasi pariwisata nyaris tidak ada.
Masa pemulihan berjalan tertatih-tatih. Angka kunjungan tidak pernah meningkat dengan menyakinkan. Kondisi lesu seperti tak punya harapan. Dunia pariwisata NTB dan pelaku usaha didalamnya diselimuti pesimisme berkepanjangan. Padahal pada kurun waktu itulah era otonomi daerah bergulir dengan cepat. Daerah memiliki kewenangan mengelola potensinya sendiri, termasuk potensi sektor pariwisata.
Sayangnya momentum otonomi itu lewat begitu saja. Alih-alih menjadi lokomotif gerbong ekonomi daerah, sektor pariwisata di NTB bahkan terancam di ambang “mati suri. Satu kondisi hidup enggan mati sungkan. Sekarat kata orang.
Satu Komitmen Tumbuhnya Optimisme
Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi terpilih sebagai gubernur NTB September 2008, tepat pada titik dimana sektor pariwisata NTB di ambang “mati suri” itu. Naiknya TGB sebagai gubernur direspon tidak terlalu hangat oleh pelaku pariwisata NTB saat itu. Mereka umumnya meragukan kemampuan TGB yang dinilai sangat muda, minim pengalaman birokrasi dan datang dari latar pesantren.
Mendapatkan fakta seperti itu, TGB tidak reaksioner dan gundah. TGB memahami publik NTB membutuhkan satu kepastian dan komitmen yang kongret dari dirinya sebagai gubernur yang baru terpilih. Dan itulah yang TGB lakukan. Pada kesempatan pertama ia menegaskan komitmennya: Pariwisata NTB harus bangkit, percepatannya harus dimulai dan momentum harus didapatkan.
Bersama Badrul Munir wakil gubernurnya kala itu, TGB terus membangun komunikasi yang intensif kepada pelaku pariwisata. Hasilnya keraguan dan pesimisme berlahan mencair. Persepsi yang keliru tentang TGB juga ikut terkoreksi. Para pelaku pariwisata justru sebaliknya mendapatkan satu persepsi baru bahwa TGB punya visi dan komitmen yang jelas. Sejak itu optimisme bersama terbangun dan sejumlah agenda aksi tersusun.
Seiring dengan membangun optimisme ke dalam, TGB juga lincah bergerak menyakini pemerintahan pusat bahwa pariwisata NTB adalah aset yang harus mendapatkan perhatian prioritas. Pada Februari 2009, TGB bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan beberapa waktu kemudian juga menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Kepada keduanya, TGB menyampaikan secara lugas dan jelas visi besarnya membangun sektor pariwisata NTB. Respon dan SBY dan JK sangat positif dan itu dibuktikan pada dukungan-dukungan nyata yang mengalir kemudian. Sebut saja misalnya dukungan percepatan beroperasinya bandara Internasional Lombok dan pembangunan Kawasan Mandalika di Selatan Lombok sebagai satu kawasan pariwisata berkelas dunia.
Melihat kembali bagaimana TGB menumbuhkan optimisme publik untuk mendorong percepatan pembangunan pariwisata NTB, tidak berlebihan jika dikatakan ia adalah gubernur yang tahu betul apa yang harus ia dikerjakan. TGB mampu membalik pesimisme menjadi optimisme. TGB sanggup mengerakkan segenap potensi pelaku pariwisata untuk bersama dirinya mendorong percepatan dan melakukan lompatan.
Satu Momentum Bergeraknya Percepatan
Setelah komitmen bersama terbangun dan optimisme merebak cukup luas, selanjutnya TGB merancang satu momentum sebagai pintu masuk percepatan dimulai. Momentum dibutuhkan untuk bangkit dari mati suri dan keluar dari bayang-bayang Bali. Momentum dirancang untuk menciptakan sejarah, menjadikan pariwisata NTB mendunia! 6 Juli 2009 adalah awal dari momentum itu. Dari kawasan pantai Senggigi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meluncurkan secara resmi Visit Lombok-Sumbawa 2012. Dalam sambutan singkatnya, dengan wajah sumringah sang presiden menandaskan dukungannya untuk memastikan Visit Lombok-Sumbawa mencapai tujuan utamanya: meraup satu juta kunjungan pada 2012.
Visit Lombok-Sumbawa 2012 adalah momentum yang dikreasikan sebagai titik balik, sekaligus juga garis pemisah yang tegas antara masa lalu yang suram dengan masa depan yang gemilang. Satu juta kunjungan bermakna lebih dari sekadar angka statistik. Ia merujuk kepada satu tekad besar dan kehendak kuat dari pemerintah dan masyarakat pariwisata NTB untuk berbenah dengan cepat.
Momentum Visit Lombok Sumbawa 2012 segera diikuti dengan sejumlah langkah nyata. Salah satu yang paling strategis adalah dibentuknya Komite Nasional Visit Lombok Sumbawa 2012. Terbentuknya komite nasional ini, mengarisbawahi dua hal mendasar. Pertama, program Visit Lombok-Sumbawa naik kelas. Dari program unggulan daerah menjadi program pariwisata nasional. Kedua, tersedianya dukungan penuh dari pemerintah pusat, berupa sumber pendanaan dan jaringan promosi.
Visit Lombok Sumbawa 2012 jelas berhasil mencuri perhatian Jakarta. NTB mendapatkan momentum besar beruapa dukungan nyata pemerintah pusat. Jakarta melihat Visit Lombok Sumbawa 2012 merupakan salah satu jawaban untuk memenuhi target nasional 20 juta kunjungan pada 2020.
Bagi Jakarta target satu juta kunjungan bukannya tanpa dasar pijakan yang kuat. Lombok-Sumbawa punya segenap potensi untuk jadi destinasi wisata nasional bahkan dunia. Ada Gunung Rinjani dan Tambora yang eksotik, ada hamparan pantai tropis yang mempesona dan ada pula pesona budaya yang penuh warna.
Segenap potensi tersebut bernilai jual tinggi. Tinggal diracik dan dikemas dengan kiat yang jitu dan mumpuni. Niscaya satu juta kunjungan bukan mimpi. TGB mampu menyakinkan Jakarta soal ini. Jakarta pun melihat TGB punya komitmen besar mewujudkannya. Bertemulah dua titik, kepentingan daerah dan kebutuhan nasional. Pariwisata NTB mendapatkan momentum yang terbaik untuk siuman dari pingsannya yang panjang.
Tim tgb.id