Pembangunan manusia NTB ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Satu sisi menunjukkan kinerjanya terhitung progresif secara nasional. Mendapatkan sebutan “top movers Indonesia”. Sisi yang lain memperlihatkan besarnya tantangan ke depan. Dua sisi ini haruslah dihadirkan secara bersamaan, agar gambarannya lebih utuh dan optimisme bisa terjaga…

Mari kita perhatikan dan camkan benar data berikut ini: Angka harapan hidup saat lahir 64,9 tahun. Harapan lama sekolah 12,7 tahun. Rata-rata lama sekolah 6,7 tahun. Pengeluaran perkapita Rp 8,9 juta pertahun. Inilah potret pembangunan manusia NTB 2014 yang dirilis BPS pada September 2015. Potret ini bukan sekadar deretan angka statistik, melainkan fakta yang menegaskan capain kinerja pembangunan manusia NTB masih membutuhkan dukungan komitmen politik dan kebijakan yang konsisten dari para pengambil kebijakan.

Harus disadari betul, membangun manusia bukan perkara sekali jadi. Membangun manusia adalah investasi jangka panjang yang mahal dan hasilnya pun tidak seketika bisa dinikmati. Namun pembangunan manusia NTB ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Satu sisi menunjukkan kinerjanya terhitung progresif secara nasional. Mendapatkan sebutan “top movers Indonesia”. Sisi yang lain memperlihatkan besarnya tantangan ke depan.

Dua sisi ini haruslah dihadirkan secara bersamaan, agar gambarannya lebih utuh dan optimisme bisa terjaga. Mengabaikannya, sama saja dengan meruntuhkan bangunan peradaban suatu bangsa. Bangsa yang gagal membangun manusianya, hanya akan menjadi bangsa yang Bung Karno sebut sebagai a nation of coolies, and a coolie among the nations. Bangsa kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa.

Pendidikan: Lompatan yang Berarti

Kinerja pembangunan manusia pada sektor pendidikan dilihat pada dua indikator utama: angka harapan lama sekolah dan angka rata-rata lama sekolah. Angka harapan lama sekolah dimaknai sebagai lamanya waktu sekolah yang diharapkan bisa ditempuh anak usia 7 tahun ke atas. Untuk angka harapan lama sekolah, NTB boleh berlega hati. Indeks harapan lama sekolah anak NTB pada 2014 sudah 12,7 tahun. Melampaui rata-rata nasional yang baru 12,3 tahun.

Relatif tingginya angka harapan lama sekolah di NTB, tidak datang dengan sendirinya. Melainkan buah dari kebijakan progresif gubernur bersamasama bupati dan walikota yang mengucurkan Beasiswa Siswa Miskin (BSM) untuk semua jenjang pendidikan (SD-SMA sederajat). Setidaknya sejak 2009 hingga akhir 2013, tak kurang 500 ribu siswa miskin di seluruh NTB telah mendapatkan manfaat nyata dari kucuran dana BSM itu.

Kucuran dana BSM berdampak signifikan. Angka putus sekolah menurun tajam. Terutama pada tingkat sekolah dasar (SD) dan tingkat lanjutan pertama (SMP) sederajat. Sampai akhir 2014 tercatat angka putus sekolah untuk tingkat SD sederajat tersisa 0,20 persen saja. Sementara untuk tingkat SMP sederajat tersisa 0,48 persen, turun tajam dari 5,25 persen pada akhir 2008.

Lalu bagaimana dengan angka rata-rata lama sekolah? Indikator yang satu ini merujuk pada pengertian jumlah lama tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 25 tahun ke atas dalam menempuh pendidikan formalnya. Hasil perhitungannya di NTB baru mencapai 6,6 tahun. Masih jauh di bawah rata-rata nasional 7,7 tahun. Kita NTB masih harus melipat gandakan ikhtiar untuk memperbaiki rata-rata lama sekolah ini.

Secara teori dikatakan, peningkatan harapan lama sekolah akan berdampak langsung kepada peningkatan rata-rata lama sekolah. Menyadari itu, tak ada pilihan lain, intervensi kebijakan yang kongkret, seperti pemberian beasiswa siswa miskin harus terus dilakukan. Pemberian beasiswa semacam itu memperbesar angka partisipasi sekolah. Ujungnya nanti, 5-15 tahun ke depan, angka rata-rata lama sekolah di NTB bisa diharapkan meningkat tajam.

Tim tgb.id

Pin It on Pinterest

Shares
Share This