TGB: Ketika Lelah Lillah

“Pak Irnadi, kapan datang dari Medan?” Tanya saya kepada Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov NTB.
Saya dengan Pak Irnadi Kusuma, sholat berjama’ah di Masjid Raya Puri Telukjambe Karawang dengan imam Tuan Guru Bajang. Saya melihat beliau berada di shaff depan, sedangkan saya dibelakangnya.
Selesai sholat, gubernur NTB memberikan taushiyah kepada jama’ah yang terdiri dari berbagai komunitas, diantaranya ODOJ Karawang, GISS Karawang, GMPK, KNAP, MIUMI, FPI, Umika, GAS, Rumah Anak Sholeh, Markaz Hannan, dan masyarakat Karawang. TGB membahas tentang kepemimpinan Islam.
Seperti biasanya, setiapkali selesai mengisi acara, cucu pahlawan nasional, TGKH. Abdul Majid itu, selalu dikerumuni para audiens. Ada yang ingin sekedar bersalamanan, ada yang ingin photo bersama, dan ada juga ingin wawancara.
Di saat orang lain fokus ke TGB, saya fokus dengan Pak Irnadi. Saya mendekati beliau. Saya menanyakan kedatangan beliau bersama TGB dari Medan. Sebab, beberapa hari sebelumnya, saya menghubungi Pak Irnadi, tentang jadwal TGB, bahwa tanggal 24 Februari 2018, TGB silaturahim ke Sumatera Utara.
Pak Irnadi menjawab, “Tadi malam, Ustadz.”
Sambil menunggu TGB selesai melayani masyarakat, saya pergunakan waktu untuk menggali sosok TGB melalui orang yang terdekat dengan TGB. Waktu di Jakarta, saya sempat menanyakan kesan Pak Agus, ajudan TGB, sekarang saya ingin mengetahui kesan Pak Irnadi terhadap calon pemimpin nasional 2019.
“Pak Irnadi, boleh saya tahu tentang kesan bapak terhadap TGB.” Tanya saya kepada orang yang murah senyum, berbadan tegap, dan cekatan.
Pak Irnadi diam sebentar. Mungkin, beliau sedang memutar memorinya, melihat kenangan bersama TGB selama setahun lebih. Tanggal 14 Juni 2017, atau sekitar 7 bulan sejak dipercaya menjadi Karo Pemerintahan, Pak Irnadi dipercaya TGB untuk menjadi Kepala Biro Humas dan Protokol.
“Hmmm…, apa ya?” Ujar Pak Irnadi dengan senyuman khasnya. Lalu, beliau melanjutkan, “Kesan saya…, saya sangat mengagumi dan mengidolakan TGB. Jujur aja Ustadz, sebelum saya menjadi Karo Humas, saking kagum dan mengidolakan beliau, saya selalu berdo’a kepada Allah, agar Allah mendekatkan saya kepada TGB.”
Allah tidak pernah mengecewakan para hamba-Nya. Allah Maha Mendengar, mengijabah do’a Pak Irnadi. TGB memilih Pak Irnadi untuk duduk dalam jabatan Esselon II di pemprov NTB, tepatnya sebagai kepala biro pemerintahan.
Dengan jabatan itu, peluang Pak Irnadi bertemu TGB semakin besar, sehingga bisa mengenal TGB lebih dekat lagi. Tidak pernah terpikir di benak Pak Irnadi untuk mendapatkan jabatan lebih tinggi, sebab baginya, TGB mengenal beliau saja sungguh luar biasa.
Obrolan kami sempat terjeda. TGB selesai diwawancara. Kami sangka doktor alumni Universitas Al-Azhar Kairo itu mau keluar masjid, ternyata beliau meminta waktu untuk sholat syuruq.
“Ada lagi kesan Pak Irnadi terhadap TGB?” Saya kembali bertanya.
Saat kami memandang umara sekaligus ulama itu sedang sujud di shaff depan paling kiri masjid, saya melihat Pak Irnadi seperti menemukan ide, lalu berkata. “Kesan saya terhadap TGB, beliau sangat menjaga waktu. Tidak ada waktu sia-sia. Pernah di bandara Soekarno-Hatta, ketika kami menunggu boarding pesawat, kebetlan masih cukup lama, TGB mengingatkan saya untuk sholat Duha. TGB bilang, ‘sholat Dhuha, jangan biarkan waktu ini terbuang percuma.'”
TGB selesai sholat. Saya menyalami beliau. Setelah cipika-cipiki, ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) cabang Indonesia itu bertanya, “Antum datang bersama siapa?”
“Saya Tuan Herdi dan Om Diding.” Jawab saya.
TGB turun tangga. Saya bersama Pak Irnadi. Kabiro Humas itu berbisik di telinga kanan saya, “Ustadz, antum menemani bapak di mobil ya.”
Saya dan TGB naik mobil Luxury hitam yang dikemudikan Bang Dodi. Mobil berlari menuju Hotel Resinda.
Sesampai kami di Hotel Resinda, kami langsung sarapan. Saya semeja dengan TGB, sedangkan Pak Irnadi di meja sebelah kami. Setelah sarapan, TGB beserta rombongan ke kamar, sedangkan saya menunggu di ruang lobby.
Beberapa menit kemudian, Pak Irnadi keliar dari pintu lift, lalu duduk bersama saya di shofa lobby.
“Seger ya Pak?” Tanya saya kepada Pak Irnadi yang sudah mandi.
Beliau menjawab, “Iya, Ustadz.”
“Oh ya Pak, bisa kita lanjut, tentang kesan antum terhadap TGB, ada lagi?” Tanya saya setelah ngobrol santai dengan orang yang menemani TGB kemana-mana.
Pak Irnadi mengambil napas. Beliau berkata, “Saya sangat terkesan dengan akhlak TGB. Beliau santun dan ramah. Sampai detik ini, saya tidak pernah dimarahi TGB. Sebab, kalau ada kekurangan dalam kerja atau kinerja saya, beliau mengoreksi saya tanpa ada kesan menyalahkan. Sedikit kata yang keluar dari mulut beliau sudah cukup membuat saya, tahu apa yang harus saya perbuat.”
Itulah TGB, ketika para bawahannya ada kelemahan atau kekurangan dalam bekerja, beliau membetulkan dengan niat ikhlas dengan tujuan untuk membina dan mendidik.
Saat kami asik mengobrol, TGB keluar dari pintu lift.
Saya dan TGB kembali naik mobil Luxury hitam itu. Tujuan kami berikutnya adalah Pendopo Bupati Karawang.
* * *
Di kantor bupati Karawang, kami disambut oleh dr. Cellica Nurrachadiana dengan hangat. Selesai berbincang-bincang ringan, kami langsung ke Aula Husni Hamid untuk menghadiri acara Quranic Parenting sekaligus Wisuda Santri Markaz Hannan yang diasuh oleh teman saya, Ustadz Sunario, Lc.
Selesai acara tersebut, TGB menghadiri acara pertemuan dengan para alumni Mesir di Karawang, yang tergabung dengan sebuah organisasi bernama Paguyuban Alumni Al-Azhar Mesir (PAAM) Karawang.
Acara berikutnya, ramah tamah. TGB makan bersama bupati Karawang dan jajarannya. Sedangkan saya memilih makan bersama Pak Irnadi.
“Pak Irnadi, kita lanjut ya obrolan tentang kesan antum terhadap TGB.” kata saya di sela-sela menguyah makanan.
Pak Irnadi yang sudah duluan selesai makan, menjawab, “Saya sangat terkesan dengan disiplin TGB dalam melaksanakan sholat lima waktu. Selama saya bersama beliau, baik di kantor maupun di luar kantor, TGB sangat memperhatikan sholat berjamaah. Beliau selalu mengajak kami sholat berjamaah dan beliau langsung menjadi imamnya.”
Dalam hati, saya membetulkan kesan Pak Irnadi itu. Sebab, selama saya bersama TGB, baik di Jakarta, Garut, Surabaya, Madura, maupun Karawang, saya merasakan kesan itu bahwa TGB sangat memperhatikan sholat berjamaah.
Waktu di Madura, saya merasa sangat bersalah, ketika pulang dari Ponpes Bata-Bata yang diasuh oleh RKH. Thohir Hamid, TGB mewanti-wanti saya, ketika kami sampai di Hotel Front One Pamekasan, akan sholat berjama’ah. Sesampai di hotel, teman-teman alumni Azhar Mesir di Madura menyambut kami. Setelah kami mengobrol sebentar, TGB ke kamarnya sedangkan saya ke kamar saya untuk meletakan tas.
Saya melihat kamar sangat sempit, tidak mungkin sholat berjamaah. Saya keluar dari kamar dan menanyakan kepada ajudan TGB, Pak Jack, apakah di hotel ada musholla. Beliau juga tidak tahu.
Sementara, teman-teman alumni Azhar menunggu saya di bawah. Selain ingin temu kangen, sebagai anggota tim 7+, saya memiliki misi untuk menyampaikan sesuatu kepada mereka.
Akhirnya saya berijtihad, saya menemui teman-teman saya itu dan kami keluar hotel dan mengobrol di sebuah tenda nasi di pinggir jalan.
Saya pun lupa, dengan janji ingin sholat berjamaah bersama TGB. Baru teringat, saat saya masuk kamar, ada beberapa panggilan di Hp saya.
Dan keesok harinya, sewaktu saya dan TGB naik mobil, beliau bertanya, “Antum tadi malam kemana, saya kira antum kabur?”
* * *
TGB dan rombongan bersiap-siap meninggal lokasi Pendopo Karawang, sedangkan saya meminta kepada para alumni Azhar Karawang jangan dulu pulang, sebab ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepada mereka di masjid Al-Amal.
“Pak Irnadi, satu lagi dong, kesan antum terhadap TGB.” Kata saya kepada Pak Irnadi yang sebelum menjadi Kabiro, beliau bertugas di kabupaten Lombok Utara.
Orang kepercayaan TGB itu menjawab, “Ketika lelah itu lillah, semuanya terasa indah.”
“Maksudnya gimana Pak?” Saya bertanya penasaran.
Beliau menjelaskan, “TGB sangat tau cara membuat bawahannya termotivasi dalam bekerja serta cara mengapresiasi pekerjaan bawahan. Ketika bawahan capek dalam bekerja, TGB mengajak kami berfoto, maka penat bekerja, langsung hilang. Kami sangat yakin, dalam bekerja TGB lillah, karena Allah, maka kami pun demikian, sehingga kami yakin, kelelahan kami ini akan dibalas oleh Allah nanti di akhirat.”
Mobil TGB dan rombongan berangkat menuju bandara Soekarno-Hatta, sedangkan mobil saya bersama Tuan Herdi dan Om Diding melaju menuju Pesantren Internasional Al-Andalusia Jonggol.
Penulis, Udo Yamin Majdi (Alumnus Al-Azhar, Kairo Mesir)
[jetpack-related-posts]