Di ujung periode kepemimpinan KH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) sebagai Gubernur NTB, masyarakat Indonesia dari ujung timur sampai barat berusaha menghadirkan TGB. Mereka ingin TGB memberikan tausiyah dan siraman rohani. Hal ini paling tidak memiliki beberapa alasan.
Pertama, TGB seorang ulama di mana keilmuannya mempunyai akar yang kuat. Latar keilmuannya adalah Tafsir yang dirampungkan di Universitas Al-Azhar. Tak sekadar sarjana, TGB juga merampungkan pendidikannya hingga doktoral di sana. Yang luar biasa, sosok gubernur yang ramah senyum itu menyusun disertasinya, sambil menjalankan roda pemerintahan NTB. Disamping itu juga TGB adalah seorang penghafal Quran (Hafiz).
Kedua, TGB merupakan pemimpin daerah yang relatif berhasil dalam rangka menjadikan NTB sebagai provinsi dengan trend positif. Ketiga, kesuksesannya memimpin daerah NTB terlihat dari naiknya kembali pada periode Kedua, ini bisa menjadi barometer seorang pemimpin yang mempunyai kecakapan.
Profil seperti di atas sepertinya merupakan barang yang masih langka di Indonesia. Selain seorang ulama tafsir, TGB sudah teruji mengeola pemerintahan. Wajar kemudian sosoknya terus digaungkan masyarakat untuk menjadi pemimpin negeri ini. TGB bisa dibilang ‘Idola Baru’.
Ada harapan menggebu-gebu dan besar masyarakat Indonesia. TGB dinilai sosok yang tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Mereka meminta TGB memeang kekuasaan skala nasional yang lebih tinggi, ketimbang hanya menjadi tokoh di daerah NTB setelah selesai dari kepemimpinannya.
Fenomena TGB dan Ideologi Keindonesiaan
Ideologi Keindonesiaan itu ternyata masih hidup. Ia bisa saja dipenjarakan, ditekan dan dikebiri, namun tidak mengenal kematian. Setidaknya inilah yang dibuktikan lewat berbagai fenomena kebersatuan masyarakat Indonesia terhadap berbagai tantangan yang dihadapi dewasa ini.
Fenomena–fenomena besar yang terjadi di periode rezim ini telah membuktikan bahwa ideolgi dapat menjadi modal yang tidak pernah disangka-sangka. Dapat ‘meluluh-lantakkan’ tirani kepongahan. Tidak berhenti pada kemampuannya yang menekan kekuasaan ia juga kini bermetamorfosa menjadi gerakan-gerakan pemberdayaan kerakyatan.
Mengambil bentuk pemberdayaan ekonomi yang sesungguhnya dapat menghantui kekuatan-kekuatan asing di Negeri ini. Itulah bukti bahwa Ideologi itu dahsyat jikalau telah menemukan moment. Terlepas dari itu semua, ternyata sekali lagi ideology itu bisa dimainkan pada isu kepemimpinan nasional kini. Ia langkah-langkah ideologi itu setahap demi setahap berjalan maju. Setelah mencapai keinginannya yang satu ia akan mengajukan keinginannya yang lain.
Kini keinginan ideology itu hendak mengirim TGB menjadi pemimpin nasional. Lihatlah bagaimana para tokoh-tokoh nusantara lainnya tidak segan-segan menunjuk TGB untuk menjadi calon pemimpin. Mereka tanpa harus dibayar, mereka tanpa harus mendapatkan untung, mereka tanpa berhitung, mensosialisasikan TGB, dan mengkampanyekan TGB baik secara langsung kepada masyarakat maupun lewat saluran-saluran media.
Selangkah kemudian TGB menjadi fenomena nasional. Hal itu seiring pula dengan seringnya TGB masuk dalam acara-acara TV yang disiarkan secara live maupun tidak langsung. Arus besar itu kini sedang mengarah pada RI 1 Dan atau 2 tanpa modal capital kecuali hanya modal ideologi. Tentu saja ini sangat fantastis dan tidak pernah disangka-sangka oleh kaum ber-kapital.
Kekuatan uang sungguh akan menjadi musuh utama ideologi keindonesaiaan itu. Di sisi lain TGB adalah salah satu contoh dari pemimpin yang hendak dilahirkan oleh adanya kekuatan ideologi keindonesiaan.
Oleh: Ahmad Efendi
Penulis Aktif di Komunitas Bale Tulis Literacy NTB
Sumber, https://www.jawapos.com/read/2018/04/25/207225/fenomena-tgb-dan-kekuatan-ideologi-keindonesiaan