“Ini kemenangan kita semua dan ke depan

kita harus lebih fokus mengembangkan

Indonesia sebagai destinasi halal dunia.

Kita punya Aceh, Sumatra Barat dan Lombok,

yang telah menunjukkan brand lebih

ke dunia melalui kemenangannya ini….”

(Arief Yahya, Menteri Pariwisata menyambut terpilihnya Lombok sebagai World’s Best Halal Tourism dan World,s Best Halal Honeymoon Destination, 2015)

Pariwara hampir separuh halaman itu muncul di belasan media cetak dan online terkemuka di tanah air, pada pekan terakhir Oktober 2015. Isinya mewartakan Indonesia berhasil meraih tiga kategori terbaik pada ajang penobatan World Halal Travel Award 2015 yang digelar di Abu Dhabi Uni Emirat Arab.

Dua dari penghargaan untuk Indonesia itu diraih Pulau Lombok, yaitu untuk kategori World’s Best Halal Honeymoon Destination dan World’s Best Halal Tourism Destination. Tidak tanggung-tanggung untuk dua kategori tersebut, Lombok mengalahkan Kota Abu Dhabi, Atalya Turki, Amman Yordania, Kairo Mesir, Doha Qatar dan Kuala Lumpur Malaysia.

Penobatan Lombok sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia pada penghujung 2015 itu, merupakan salah satu puncak capaian pembangunan pariwisata NTB di era TGB. Satu capaian yang datang dari kerja yang panjang. Bukan dari proses instan, simsalabim ala lampu aladin.

tak kurang 41 ribu pemilih dari seluruh belahan dunia terlibat memberikan pilihan melalui dunia maya. Jelas suatu promosi yang bergengsi bagi Lombok bisa terpilih sebagai yang terbaik sekaligus untuk dua kategori. Momentumnya pun terasa tepat, di saat wisata halal sedang menjadi ceruk yang dibidik serius oleh pemerintah.

Membaca Peta Mengelola Peluang

Pilihan mengembangkan wisata halal, sekali lagi membuktikan tajamnya intuisi TGB membaca peta dan mengambil peluang. Adalah TGB yang dengan tegas dan lugas menyatakan bahwa NTB siap dan akan berbenah memastikan dirinya menjadi destinasi wisata halal di Indonesia.

Pilihan TGB ini tidak sepenuhnya di respon positif. Seperti juga ketika memilih mengembangkan wisata MICE, kali ini pun respon masyarakat pariwisata NTB beragam. Sebagian umumnya masih ragu atau persisnya mencemaskan ikon wisata halal ini akan mengerus wisata konvensional. Sebagian lainnya beranggapan wisata halal ini suatu konsep abstrak yang mungkin diterapkan.

Sejumlah pertanyaan mendasar itu sebenarnya tidaklah mengejutkan. Idiom wisata halal atau halal tourism memang masih belum karib di telinga banyak orang. Bahkan dianggap musykil untuk diterapkan. Padahal  Di tataran global, idiom ini telah luas dikenal. Selain ada event tahunan semacam World Halal Travel Award, sejumlah kajian perihal wisata halal ini cukup banyak dilakukan.

Sebut saja misalnya Muslim Travel Shoping Indeks (MTSI) yang dirilis akhir 2015. Melalui MTSI ini tergambarkan indeks 40 kota tujuan utama wisatawan muslim di dunia. Hasilnya Dubai, Kuala Lumpur dan Singapura merupakan destinasi favorit pelancong muslim dari Timur Tengah. Bali satu-satunya destinasi di Indonesia yang masuk 10 dalam peringkat indeks tersebut.

Secara umum posisi Indonesia boleh dikatakan tertinggal cukup jauh dalam pengembangan wisata halal. Negera tetangga Malaysia misalnya, telah cukup lama merancang sejumlah kawasan sebagai destinasi wisata halal mereka. Korea pun demikian, negeri Ginseng ini mempersiapkan Pulau Senju untuk memanjakan para pelancong muslim yang datang.

Pemerintah Jepang setali tiga uang. Sarana dan prasarana penunjang kebutuhan pelancong muslim makin mudah ditemukan di negeri matahari terbit itu. Jangan tanya pula Singapura, negeri kecil yang modern ini, sudah lama memanjakan pelancong muslim dengan kenyamanan dan keamanan berwisata halal yang menjadi kebutuhan pasar.

Pada pertengahan 2015, Kementerian Pariwisata membentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokja) untuk percepatan pengembangan wisata halal Indonesia. Pembentukan Pokja ini merupakan satu langkah maju pemerintah untuk serius menggarap pasar wisata halal. Langkah nyata berikutnya adalah penetapan tiga provinsi sebagai destinasi utama wisata halal Indonesia: Sumatra Barat, Aceh dan NTB.

NTB terpilih tentu saja karena besarnya potensi pengembangan dan tersedianya daya dukung lingkungan yang memadai. Di luar itu, besarnya komitmen TGB sebagai kepala daerah untuk mendorong pengembangan wisata halal juga jadi faktor penentu. TGB memang boleh dikatakan, satu dari sedikit gubernur yang paling awal menyakini wisata halal adalah ceruk pasar baru yang menjanjikan.

TGB menarik satu kesimpulan final: Penting dan mendesak bagi NTB untuk mengembangkan wisata halal. Bukan untuk bersaing dengan segmen pasar wisata lainnya, tetapi justru memperluas pasar dan melengkapinya. Apalagi pertumbuhan pariwisata NTB masih sangat mungkin ditingkatkan, bahkan hingga 5 juta kedatangan setiap tahunnya. Untuk itu ceruk baru harus dicari dan kemudian dikelola dengan baik. Wisata halal adalah ceruk baru yang menjanjikan itu.

Benahi destinasi Siapkan Sumberdaya 

TGB mencoba menerapkan sejumlah langkah strategis berkaitan dengan pengembangan wisata halal di NTB. Pertama, membangun kesamaan visi. Kedua, menata destinasi dan merancang event. Ketiga, promosi yang tepat sasaran dan keempat, menyiapkan sumberdaya dan mendorong keterlibatan masyarakat.

Berkaitan dengan pembenahan destinasi, di era TGB terjadi lompatan besar alokasi angaran untuk perkara yang satu ini. Sepanjang 2014-2017 tak kurang 14 miliar dikucurkan untuk mempercantik tampilan sejumlah destinasi. Mulai dari Kawasan Gili, seputaran Senggigi hingga Pantai Wane di pedalaman Monta Bima.

Di era TGB, jumlah event budaya yang tergelar juga meningkat tajam. NTB punya sejumlah event pariwisata tahunan yang bisa mejadi daya pikat wisatawan muslim: Ada Bulan Budaya Lombok Sumbawa, Festival Moyo, Festival Tambora hingga Festival Khasanah Ramadhan. Hanya saja kualitas dan sentuhan promosi yang harus terus ditingkatkan. Sehingga benar-benar menjadi ikon wisata halal yang layak jual.

Berkaitan dengan sumberdaya pengelola wisata halal, TGB mendorong sertifikasi halal bagi sejumlah produk wisata harus dipercepat dan lingkupnya diperluas. Selain juga kesiapan pemandu wisata yang cekatan berbahasa arab dan memahami syariah harus diperbanyak. Untuk mendorong keterlibatan masyarakat, sosialisasi dan edukasi harus dilakukan intensif dan promosi yang kreatif dipastikan berjalan massif.

Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah membangun pemahaman yang utuh dan tepat mengenai konsep wisata halal. TGB menyampaikan pada banyak kesempatan bahwa penerapan wisata halal adalah bagian dari praktek nyata nilai dan tradisi Islam.

Islam mendidik umatnya agar menghormati tamu dan memberikan kemulian padanya. Prinsip dasar ini juga menjadi inti wisata halal, yaitu Memastikan tersedianya wisata yang ramah bagi pelancong muslim. Itulah sebabnya wisata halal juga sering disebut sebagai muslim friendly tourims.

Jika merujuk Global Muslim Travel Index (GMTI) yang menjadi acuan standar wisata halal dunia, setidaknya ada tiga kriteria dasar yang harus dipenuhi suatu destinasi untuk dapat menjadi destinasi wisata halal terbaik.  Pertama, destinasi ramah keluarga. Kedua, layanan dan fasilitas yang ramah muslim. Ketiga, kesadaran halal dan pemasaran destinasi.

Ketiga kriteria yang merupakan standar global itu, menegaskan wisata halal bukan hanya identik dengan makanan halal, namun lebih kepada lifestyle atau gaya hidup muslim yang mencakup aspek yang luas. Mulai dari meliputi pilihan makanan, akses ibadah, bandara dansarana umum yang ramah muslim serta pilihan akomodasi yang memadai.

Semua itu TGB sadari betul masih jauh dari sempurna di NTB. Potensi pasar wisata halal yang besar di tanah air dan posisi NTB yang telah ditetapkan sebagai destinasi wisata halal, ditambah apresiasi dunia dengan raihan World’s Best Halal Tourism Destination 2015 dan 2016, TGB yakini merupakan momentum terbaik bagi NTB untuk membenahi dengan cepat segala prasyarat dasar untuk menjadi destinasi wisata halal terbaik.

Momentum itu harus dapat dikelola dengan baik dan tepat, menjadi batu lompatan memastikan pengembangan wisata halal di NTB bergerak dengan dinamis dan progresif. Sebagaimana wisata MICE mendapatkan momentumnya dengan terobosan program Visit Lombok Sumbawa 2012, maka wisata halal juga bisa memberi kontribusi besar kepada lompatan pariwisata NTB berikutnya.

Tim tgb.id

Pin It on Pinterest

Shares
Share This