Alhamdulilah, segala puji kepada Allah SWT yang memberikan kesehatan, kesempatan dan memberikan semua yang kita perlukan di dunia. Dan mudah-mudahan kesehatan dan keafiatan kita dapat kita manfaatkan untuk mengabdi kepada allah SWT. Itu sebabnya di antara doa yang sering diucapkan manusia kepada Allah, kita berdoa memperoleh taufik dari Allah SWT.

 

Kalau kita bertemu orang, mudah-mudahan saudara sehat, mudahan saudara diberikan taufik. Makna dari taufik adalah kemudahan untuk melaksanakan ketaatan. Ini penting, banyak orang yang punya kemampuan, banyak orang yang cukup syaratnya untuk beramal serta beribadah kepada Allah. Fisiknya tidak punya kekurangan, panca inderanya sempurna, tapi karena tidak memperoleh taufik, setiapkali diajak oleh keluarganya, tetangganya ia tidak pernah mau.

Beramal soleh berat. Itu sebabnya kita selalu memohon taufik kepada Allah SWT, sehingga ringankan gerak langkah kita, niat kita pun dapat kita teguhkan untuk melaksanakan perbuatan yang membawa kemaslahatan kepada kehidupan dunia maupun akhirat.

Dulu di zaman Rasulullah SAW, ada dua orang yang sangat hebat. Dua orang ini lihai dalam memainkan pedang, keberanian, dan kegagahan serta kesatriaannya tak ada yang menandingi. Mereka sosok yang gagah berani. Yang pertama bernama Umar Ibn Khattab, yang kedua Umar Ibn Hisyam. Nabi Muhammad SAW saat berdakwah di kota Makkah, beliau konsisten. Tak ada hari berlalu tanpa dakwah. Beliau terus menerus menyeru dan mengajak umat untuk menyembah Allah SWT. Namun tak banyak yang mengikutinya, tak banyak yang menyambut dengan baik. Tak jarang mereka membangkang, bahkan suatu masa Nabi besar Muhammad SAW sampai dilempari di Tha’if, dan beliau terluka.

Sumpah serapah, hinaan, cercaan bertubi-tubi beliau dapati. Nabi diteriaki majnun (gila), Nabi dikatakan sahir atau tukang sihir, Nabi dicap kahin atau tukang tenung. Segala macam sebutan yang hina dilekatkan atau dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Nah Saat-saat seperti itu, Nabi berdoa kepada Allah SWT manakala beliau merasakan begitu beratnya tantangan yang dihadapi, “Allahumma a’izzal Islam bi ahadil umarayn” (Ya Allah bantulah Islam, muliakanlah Islam, jayakanlah Islam dengan satu dari dua Umar: Umar ibu Khattab dan Umar bin Hisyam). Artinya, masukkanlah salah satu dari mereka ke dalam pangkuan Islam agar bisa membela perjuangan.

Doa Nabi pun dikabulkan. Umar bin Khattab memeluk Islam. Dari hati nurani yang keras dan membenci kepada Nabi dan Islam, hatinya di balik oleh Allah SWT, masuk cahaya iman. Itulah sebabnya salah satu doa yang sering diucapkan nabi adalah doa: “Allahuma Ya Muqallibal Quluwb. Tsabbit Qolbiy ‘ala diinik” (Ya Allah yang Maha Membolak-balik hati manusia, tetapkanlah hatiku dalam keta’atan kepada-Mu).

Inilah doa yang diucapkan agar kita memiliki ketetapan hati dalam Islam. Agar kita tetap tegak teguh dalam tuntunan Allah SWT. Agar hati kita jangan dibalik, setelah beriman menjadi kufur. Hati manusia itu berada di dalam genggaman Allah SWT.

Jika Allah SWT mau luruskan hati itu, maka luruslah ia, sebaliknya jika Allah SWT mau membengkokkan hati manusia, maka bengkoklah hati itu. Umar bin Khattab yang bengkok hatinya, diluruskan oleh Allah SWT. Masuklah Umar ke dalam Agama Islam. Ketika Umar masuk Islam maka turunlah ayat,

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? (Qs. Al-An’am/6:122)

Ayat ini turun untuk menggambarkan perbedaan Umar Ibnu Khattab dan Umar bin Hisyam. Yang satu masuk ke dalam Islam sehingga diibaratkan oleh Allah SWT seperti orang yang dihidupkan, orang yang bercahaya hidupnya, kemana pun ia pergi selalu membawa cahaya Islam. Sedangkan yang satunya tetap berada di dalam kekufurannya. Umar bin Hisyam itu bahkan semakin kufur, semakin jahat sehingga beliau digelari Abu Jahal. Itulah Abu Jahal, musuh dari Nabi Muhammad SAW.

Yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah ternyata, orang yang hidup itu menurut ukuran agama, bukan orang yang sekedar jalan di tengah-tengah dunia ini, orang yang punya nyawa, orang yang mempunyai tangan dan kaki, orang yang bisa bernafas, ternyata bukan itu. Orang yang hidup menurut Allah SWT bukanlah orang yang bisa berjalan, bernafas, orang yang makan, orang yang bisa bekerja, namun orang yang hidup adalah mereka yang memiliki cahaya keimanan, sebagaimana halnya Umar bin Khattab.

Itulah sebabnya kemuliaan kita sebagai manusia, bukan terletak pada banyaknya harta. Bukan manusia yang lebih berharta, lebih kaya. Lebih banyak hartanya dari Qorun. Qorun adalah misan dari Nabi Musa. Ibunya Qorun bersaudara dengan ibundanya Nabi Musa. Qorun pernah didakwahi oleh Nabi Musa tapi dia tidak mau. Qorun itu memiliki harta yang disimpan di gudang-gudang. Kunci gudangnya, dipegang oleh 70 manusia yang kuat dan kekar. Itu baru kuncinya, belum lagi isinya.

Kita bisa bayangkan bagaimana banyaknya harta si Qorun. Bagaimana banyak emas perak, berliannya sampai 70 orang yang kekar-kekar tak sanggup memikul kunci hartanya Qorun. Belum pernah kita dengar ada orang kaya macam si dia. Kalau orang yang hartanya tidak bisa dipikul mungkin banyak, tapi ini baru kuncinya, bagaiman dengan isi gudangnya yang jumlahnya beratus-ratus gudang. Kekayaan Qorun memang luar biasa.

Namun lihatlah kekayaan yang tidak diimbangi dengan kesadaran ketuhanan, atau kufur kepada Allah SWT. Qorun memamerkan hartanya di tengah kota, ia berkeliling dengan iring-iringan harta, permaisuri, selir, dan orang-orang berbadan kekar yang memanggul kunci-kunci gudangnya dengan sombong.

Saat orang memperingatinya, “Hai Qorun, jangan sombong seperti itu, Allah SWT tidak suka kepada orang yang sombong, “Qorun menjawab, kenapa saya tidak boleh sombong. Harta ini adalah harta saya, saya mendapatkan harta ini karena saya lelah bekerja. Saya dapatkan harta ini dengan cucuran keringat, sekarang saya mau memamerkan harta ini. Ini hak saya”.

Allah SWT pun tidak suka. Bumi pun terbelah dan menelan Qorun beserta semua hartanya. Makanya sekarang kalau kita mencangkul di belakang rumah atau di manapun kemudian kita menemukan emas, maka kita sering menyebut itu sebagai harta Qorun, itu sebagai gambaran bahwa bumi ini dulu bumi ini pernah menelan orang yang sombong karena kekayaan. Maka kehormatan manusia, bukanlah semata karena kekayaannya.

Tapi di sisi lain, bisa jadi manusia juga bisa menjadi semakin mulia karena kekayaan. Siapakah itu, dialah manusia yang membelanjakan kekayaannya bukan hanya untuk kepentingan makan minum, bukan kepentingan konsumsi pribadi, membangun rumah megah dan segala kepentingan dunia, namun ia menyisihkan sebagian hartanya untuk perjuangan di jalan Allah SWT.

Harta tidak mutlak membuat kita menjadi mulia di sisi Allah SWT. Lalu jabatan, apakah ia membuat kita lebih mulia di sisi Allah? Belum tentu. Tidak ada kekuasaan yang lebih hebat dari pada kekuasaan Nabi Sulaiman, seperti yang diceritakan Allah SWT di dalam Al-Qur’an.

Begitu pula kekuasaan Fir’aun. Begitu hebatnya kekuasaan Fir’aun, jika ia lewat di suatu tempat semua rakyatnya bersujud, tak ada yang berani mengangkat kepala kecuali sudah diizinkan. Tak ada yang berani berbicara kecuali jika ditunjuk. Jika Fir’aun tidak suka seseorang, dengan gampang dia akan memenggal kepala orang itu. Dia melakukan penindasan kepada semuanya. Kekuasaannya hampir tiada batas.

Tapi apa akhir dari semua itu. Firaun dengan kekuasaannya yang menindas tersebut ditelan Laut Merah. Habislah kekuasaan yang tidak diiringi keimanan kepada Allah. Kekuasaannya tidak membawa kepada kemuliaan. Datanglah Nabi Musa As. dan Nabi Harun As. memperingatinya.

Wahai Fir’aun, semua sudah ada pada diri Anda. Anda sudah punya uang, harta Anda sudah berlimpah, kekuasan Anda sungguh luar biasa, semua kemuliaan dunia sudah Anda miliki, tinggal satu yang belum ada, sembahlah Allah SWT. Hanya satu yang aku minta berimanlah kepada Allah SWT.

Namun bagaimana sikap Fir’aun? Ia bukannya menerima ajakan Sang Nabi, ia bahkan membangkang dan melawan. Fir’aun memerintahkan semuanya untuk mengejar dan membunuh Nabi Musa hingga ke tengah Laut Merah. Dengan kekuasan dan kemurahan Allah SWT, Nabi Musa selamat dari kejaran Fir’aun dan Fir’aun tertelan ombak laut merah.

Harta, jabatan, kenikmatan dunia, belum tentu menyebabkan kita menjadi orang yang mulia. Hanya satu yang pasti membuat kita menjadi mulia, yaitu iman kepada Allah SWT.

[jetpack-related-posts]

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Pin It on Pinterest

Shares
Share This